Translate

13 Juni 2012

Berburu Sisi Lain Kesehatan di Melaka (1)-- Tak Sekedar Merawat Si Sakit






Dunia kesehatan telah memasuki era globalisasi.
Ada banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk memasuki kondisi serba digital, serba plus, dan berbasis pada kebutuhan generasi masa depan ini.
Menyadari situasi semacam itu, Program Magister Hukum Kesehatan Unika Soegijapranata mengadakan studi banding ke Mahkota Medical Centre di Melaka, Malaysia, belum lama ini.


Memasuki era globalisasi dan hidup dalam pengaruh perubahan perkotaan. Semua berubah, termasuk dunia kesehatan. Karena itu, kita harus mempelajari apa pun yang telah dilakukan oleh RS yang mengglobal, dan untuk itulah Magister HukumKesehatan mengadakan KKL ke Malaysia, demikian seperti yang dikatakan oleh Direktur Pascasarjana Unika Soegijapranata, Dr .Ir .A .Rudyanto Soesilo, MSA.

Mahkota Medical Centre (MMC), yang terletak di Jalan Merdeka, Melaka, pun akhirnya jadi tempat belajar yang dicecap segala saripatinya. Rumah sakit yang dibalut arsitektur posmo ini sesungguhnya masih sangat muda.

Mulai beroperasi pada 1994, pusat pengobatan yang dikelola oleh Health Internantional Management (Singapura) ini, memang bertetangga dengan berbagai objek wisata semacam Benteng Famosa, Gedung Stadthuys, Museum Cheng Ho, Menara Tamingsari, dan Jonker Street.
Kawasan mirip Kota Lama Semarang --lengkap dengan Chinatown-itu bisa dicapai lima hingga 10 menit dari pusat pengobatan.

Tak hanya itu. Dekat dari segala yang serba klinis itu, kira-kira lima sampai 10 lima menit jalan kaki, ada Holiday Inn (hotel bintang lima seharga Rp 1.200.000-Rp 1.800.000), Mahkota Hotel & Apartment (bintang empat), dan Fenix Inn dengan harga yang lebih ringan.
Adapun pusat perbelanjaan yang mengitari rumah sakit itu antara lain Mal Dataran Pahlawan, Mal Mahkota Parade, dan Hatten Square.

 “Apa yang menarik dari fenomena ini?“  tanya Sekretaris Prodi Magister Hukum Kesehatan Dr .Endang Wahyati Y, SH.,MH kepada 32 mahasiswa yang mengikuti studi banding itu.
Menjawab sendiri pertanyaan itu, Dr. Endang Wahyati Y, SH.,MH mengatakan “Pusat pengobatan ini tidak mengontruksi dirinya sebagai sesuatu yang otonom. Para pengelola tidak sekadar mengurusi          si sakit, tetapi juga memberi pelayanan kepada yang sehat. Karena itu, si sakit diberi pelayanan kesehatan, yang sehat diberi mal, tempat wisata, dan segala yang memungkinkan kemunculan harmoni antara si sakit dan yang sehat”.

Intinya: mereka mengelola rumah sakit ini secara terpadu, bahkan bekerja sama dengan maskapai penerbangan.“ Kantor Cabang Bukti lain betapa MMC telah menangkap globalisasi sebagai sesuatu yang tidak boleh diabaikan muncul dalam upaya mereka membuka kantor cabang serta pelayanan dan informasi di Indonesia dan Kamboja.

Di Indonesia antara lain mereka membuka pelayanan di Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Bali, Banda Aceh, dan Batam. Relasi dengan MCC juga bisa dilakukan secara digital, sehingga memudahkan calon pasien dari mana pun bisa mengadakan koneksi dengan mereka secepat mungkin.
Bahkan di rumah sakit ada hotspot dan kios internet, sehingga pasien dan keluarga bisa berhubungan dengan dunia kapan pun.

Dilihat sepintas, MCC tampak sebagai semacam usaha bisnis kesehatan murni.
Mereka tidak mengurusi jaminan kesehatan, sebab pemerintahlah yang bertanggung jawab pada kesehatan orang-orang miskin.

Ditanya apakah tidak mempunyai tanggungjawab social, humas MMC menjawab bahwa mereka  memang tidak melayani para pengguna jaminan kesehatan (1 RM untuk penduduk dan 5 RM untuk orang asing). Akan tetapi MMC memberikan semacam corporate social responsibility (CSR) ke berbagai kota di dalam dan luar negeri. Kami sering menyelenggarakan khitanan massal atau pengobatan gratis,“ tutur Aznan Sham Azhari, humas MMC.
                                                                         
Sumber: Triyanto Triwikromo- Suara Merdeka, 8 Juni 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pink Bobblehead Bunny